OLAH
SUKMA/JIWA
Proses pertama
transformasi atau penjiwaan terhdap peran, adalah memberi focus kepada energi
yang sudah dimiliki oleh si actor. Dia harus mengendalikan dirinya menuju satu
tujuan tertentu. Usaha memfokuskan energi itu adalah usaha menyerahkan diri
sepenuhnya kepada aksi dramatis sesuai tuntutan naskah, dimana ia mampu
menentukan pilihan-pilihan aksi selaras dengan keyakinannya terhadap tokohnya.
Konsentrasi
Pengertian :
konsentrasi secara harfiah berarti memfokus, sehingga dalam konsentrasi,
kepekaan si actor dapat mengalir bebas menuju satu titik atau bentuk tertentu.
Persiapan seorang actor
Seorang actor
harus punya pusat perhatian (konsentrasi) dan bahwa pusat ini seyogyanya tidak
berada di tengah tempat latihan. Makin menarik pusat perhatian, makin sanggup
ia memusatkan perhatian.
Jelas sekali
sebelum anda sanggup menetapkan titik perhatian yang sedang dan yang jauh,
terlebih dahulu anda harus belajar bagaimana caranya memandang dan melihat
benda-benda di area set.
Aktor yang
berada di area set, menghayati suatu kehidupa yang sejati atau imajiner.
Kehidupan abstrak ini perhatian dalam diri kita. Tapi ia tidak mudah untuk
dimanfaatkan, karena ia sangat rapuh. Seorang actor harus juga seorang
pengamat, bukan saja dalam memainkan peran di atas pentas atau sebuah film,
tapi juga dalam kehidupan sehari-hari. Dengan keseluruhan dirinya ia harus
memusatkan pikirannya pada segala yang menarik perhatiannya . Ia harus
memandang sebuah objek, bukan lain, tapi betul-betul dengan mata yang tajam.
Jika tidak, maka seluruh metode kreatifnya akan ternyata mengembang dan tidak
punya hubungan dengan kehidupan. Umumnya orang tidak tahu bagaimana caranya
mengamati tarikna wajah, sorotan mata seseorang dan nada suara untuk dapat
memahami pikiran lawan bicara mereka. Mereka tidak bisa secara aktif memahami
kebenaran kehidupan secara kompleks dan juga tidak sanggup mendengar kan sedemikian rupa,
hingga mereka dapat memahami apa yang mereka dengar.
Jika mereka
dapat melakukan ini, kehidupan ini akan jauh lebih baik, lebih mudah dan kerja
kreatif mereka akan lebih kaya, lebih halus dan lebih dalam.
Tapi kita tidak
bisa memaksakan pada seseorang sesuatu yang tidak dimilikinya, hanya daya yang
dimilikinya saja yang bisa ia kembangkan.
Bagaimana cara untuk mencapai ini?
Pertama, actor harus belajar melihat, menyimak dan mendengarkan sesuatu yang indah. Kebiasaan itu akan mencerdaskan jiwa mereka dan melahirkan perasaan yang akan meninggalkan jejak-jejak yang dalam pada ingatan emosi mereka.
Pertama, actor harus belajar melihat, menyimak dan mendengarkan sesuatu yang indah. Kebiasaan itu akan mencerdaskan jiwa mereka dan melahirkan perasaan yang akan meninggalkan jejak-jejak yang dalam pada ingatan emosi mereka.
Ambil sekuntum
bunga kecil atau selembar kelopak bunga dan cobalah utarakan dengan katapkata
tentang seluk beluk, tekstur, warna dan sifat-sifatnya secara detail. Setelah
melalui proses kreatif ini, lalu anda mulai menelaah bahan emosional yang hidup
yang paling diperlukan dan dijadikan landasan bagi kreativitas selanjutnya.
Kesan-kesan yang
diperoleh dari hubungan langsung dan pribadi dengan orang lainnya. Hubungan ini
dapat diperoleh hanya kontak batin. Begitu banyak pengalaman batin ini yang
tidak bisa dilihat secara inderawi oleh mata, hanya terbayang dalam tarikan
wajah, mata, suara dan cara kita bicara dan menggerakan tangan. Tapi sungguhpun
begitu, bukanlah hal yang mudah untuk menangkap apa yang terkandung dalam diri
orang lain, Karena biasanya orang tidak selalu membukakan pintu hatinya dan
membiarkan kita melihat mereka dan baimana mereka sebenarnya. Makna-makna
seperti itu melekat pada pola perilaku yang mengenali dan mampu memanfaatkan
aspek perilaku ini secaraefektif. Seorang actor dituntut untuk dapat memerankan
setiap kegiatan disetiap situasi. Tiap karakterpun harus terindividualisasikan
dengan hal yang berkenaan pada perilaku. Sebagai tambahan, tiap karakter yang
diperankan seharusnya mempunyai perilaku yang umum seperti yang ada di tengah
masyarakat.
Perilaku luar
sebuah rancangan harus ditempatkan semata-mata melalui bagian luar
karakternyasaja dari harus memiliki arti yang mendalam.
Terakhir, actor
harus bisa mengontrol kecenderungan bahasa non – verbalnya yang mungkin saja
tidak cocok dengan karakter yang diperankannya.
Observasi dan
Empati
Observasi
atau mengamati berarti tanggap akan hal apa saja yang terjadi dalam kehidupan.
Tentang masyarakat, tempat, objek dan segala situasi yang menambah kedalaman
tingkat kepekaan seorang actor. Ketika mengamati orang-orang actor seharusnya
membuat catatan-catatan ini bisa menjadi dasar karakter yang akan
ditemukannyadimasa dating. Ini dapat membantu saat dibutuhkan untuk menciptakan
sebuah karakter lengkap dalam sebuah struktur permainan.
Sekali
sebuah karakter mendarah daging dalam diri sang actor, hubungan langsunga dapat
terjadi antara actor dan penonton. Penonton merasakan apa yang diperankan oleh
sang actor. Sebagai contoh, saat seorang teman kehilangan seseorang yang
dicintainya, respon empatinya adalah kita ikut merasakan penderitaannya.
Kekuatan
suskes dari pengamatan (observasi) adalah gabungan antara empati dan perhatian
intelektual. Ini artinya seorang actor harus mengembangkan sesitifitas pada
indera: melihat, menyentuh, mencium, mendengar, dan merasakan.
Mengenal
dan mengingat suatu perasan dalam aktifitas keseharian adalah sangat penting.
Untuk mengamati secara benar seseorang harus dapat meraksan dan mengkatagorikan
inderanya. Jadi, indera (senses), perasaan (feelings), dan pengamatan
(observation) bergabung menjadi suatu mata rantai sebagai alat pembentuk sebuah
karakter. Seorang actor harus menggunakan kekuatan observasi untuk
tujuan-tujuan sebagai berikut:
1.
Untuk mempelajari karakter manusia dalam berjalan, gesture, berbicara
dan duduk yang nantinya dapat ditiru saat berada di atas panggung.U
2.
ntuk menstimulasi kreatifitas imajinasi.
3.
Untuk menggabungkan beberapa kualita yang dapat dipelajari saat
mengamati bintang. Keanggunan seekor kucing adalah salah satu contoh dari
karakter binatang.
DAFTAR PUSTAKA
Hamzah Adjib A., Pengantar Bermain Drama,
CV Rosda, Bandung.
Noer C. Arifin, Teater Tanpa Masa Silam, DKJ,
Jakarta, 2005.
Iman Sholeh & Rik Rik El Saptaria, Module
Workshop Keaktoran Festamasio 3, TGM, Yogyakarta,
2005.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar