EXPEDISI
TERUNYAN
Langit
masih gelap, tetapi ingatanku akan rencana pagi ini membangunkanku. Hari ini
aku akan menikmati indahnya Desa Terunyan bersama kawan-kawan Anak Alam. Desa
Terunyan terletak di Kabupaten Bangli, sekitar satu setengah jam dari jantung
Kota Denpasar. Pukul 7.00 aku sudah siap, tak lupa singgah di warung depan
untuk sekedar sarapan nasi kuning. Tepat sesuai jadwal, aku sudah bertengger di
markas Kalam pukul 7.20. Beberapa kalam sedang lesehan sambil sesekali terlihat
mendiskusikan sesuatu. Satu-satu aku menyapa mereka, teman baruku. Di antara
teman baru, aku bertemu seorang kakak yang lama tak ku temui, kakak bersuara
merdu, Kak Risma. Dia seniorku di teater kampus dulu. Kehangatan pun terasa,
kami saling menemukan kesamaan. Hingga satu per satu kalam lain datAng, kami
memutuskan berdoa dulu sebelum berangkat. Tak ku sangka, aku ditunjuk oleh Sang
dedengkot anak alam untuk menjadi MC saat acara berlangsung nanti di Terunyan.
Kontan otakku mulai berputar memikirkan hal seru apa yang akan aku timbulkan
disana.
Akhirnya
kami berangkat dengan empat mobil pribadi, dipimpin Si Blacky, mobil VW kodok
antic milik Bli Kodrat. Kami menyusuri jalanan Gatsu Barat menuju Penatih,
kemudian lurus saja menuju Payangan. Di depan sebuah minimarket di Payangan
kami berhenti sejenak menjemput rombongan dengan mobil Land Rover yang gagah.
Disana kami baru menyadari ternyata kami kehilangan rombongan dua mobil di
depan dan di belakang kami, Si Blacky dan Karimun silver. Kami akhirnya
memutuskan untuk bertemu di Kintamani. Sesampai di Kintamani, dari kejauhan aku
melihat Si Blacky sedang terparkir tepat di depan resto ikan bakar khas daerah
sana, Mujair. Sepertinya Si Blacky lari kencang karena belum sarapan. Sungguh
menggelitik. Lalu, rombongan menuruni Kintamani menuju Kedisan, tempat kami
rencananya akan menyewa Boat untuk menyeberang sampai di Terunyan. Sebenarnya
ada dua jalur yang bisa kami lewati, darat dan air. Untuk jalur darat medannya
konon agak ekstrim.
Sesampai
di Kedisan kami melihat bapak ibu berpakaian pemerintah berkeliaran di sekitar
dermaga. Setelah di konfirmasi mereka sedang melakukan pembersihan dermaga. Ini
adalah salah satu program bulanan Pemkab Bangli. Tak sengaja kami terhubung
dengan Ibu Bupati Bangli. Beliau terlihat sangat antusias melihat niat kami
pergi ke Terunyan untuk berbagi buku dan alat tulis pada adik-adik SDN 1
Terunyan. Beliau menyarankan untuk bertemu bapak bupati juga, yang saat itu
sedang terlibat di tengah danau untuk membersihkan gulma. Tetepi karena kami
harus bertemu adik-adik SDN 1 Terunyan sebelum pulul 12.00, kami memohon untuk
bertemu bapak bupati sedatangnya dari Terunyan.
Akhirnya
rombongan kami berangkat dalam dua jalur. Kebetulan aku berangkat dengan jalur
darat. Aku menumpang Si Blacky. Ternyata Si Blacky masih tangguh, tidak
sebanding dengan usianya. Dia membabat jalanan terjal dan berliku menuju
Terunyan. Kalau boleh aku bandingkan, jalanan ini mirip trek rollercoaster di
tempat hiburan itu, bikin jantung hamper copot. Ekspresi kami di dalam Si
Blacky pun tak kalah seru, kadang berteriak histeris, kadang takjub melihat
pemandangn danau dan gunung dari trek ini. Kalau aku sempat bercermin mungkin
mukaku akan terlihat memerah karena banyak perasaan terbuncah.
Si
Blacky merapat dibarengi land Rover gagah di belakangnya. Ternyata rombongan
Boat sudah sampai sedari tadi. Kami segera mengeluarkan paket-paket buku dan
alat tulis dari mobil dan segera membawanya masuk ke sekolah. Kami melewati
gang kecil sebelum sampai di sekolah. Terlihat adik-adik SDN 1 Terunyan telah
menunggu kami dengan senyum sederhana mereka. Mereka berlarian. Ada juga yang
mengikuti kami dari belakang.
Sesampai
di SDN 1 Terunyan, kami disambut hangat bapak kepala sekolah, Bapak Nyoman
Siem, dan seorang gurunya. Kami
dipersilakan masuk dan duduk di ruang guru. Bapak Nyoman menyapa kami dan
mempenalkan dirinya dan staffnya, begitu juga kami sebaliknya. Bapak Nyoman
mempersilakan kami memulai kegiatan di wantilan banjar dekat sekolah.
Murid-murid menuju wantilan dengan sangat ceria, seakan mereka akan bertemu
artis dan segera mendapatkan tanda tangannya atau bahkan seakan mereka akan
bertemu juragan berlian dermawan yang akan membagikan mereka berlian
masing-masing satu genggam.
Hingga
akhirnya mereka berbaris di wantilan, beberapa dari kami menghandel mereka per
kelas. Bli Pande memulai memberikan sedikit pengarahan dan dilanjutkan dengan
aku memperkenalkan kalam pada adik-adik. Setelahnya sebagai anak Indonesia,
kami menyanyikan lagu Indonesia Raya. Sumbang-sumbang terdengar adik-adik menyayikan
lagu itu dengan ragu, mungkin itu juga perasaan mereka terhadap Negara ini.
Ragu apakah mereka memang anak Indonesia atau tidak. Jika iya mengapa mereka
harus mengalami kesusahan dalam pendidikan di Negara yang kaya ini, sangat
miris. Sudahlah, berikutnya kami mengadakan acara hiburan, seperti beberapa
quis dan games. Banyak celotehan lucu yang terjadi saat itu. Mulai dari
ketidaktahuan mereka bagaimana berbahasa Internasional, bahasa Inggris. Puspa,
salah satu kalam membantu mereka untuk menyapa, menyebutkan nama dan asal dalam
bahasa Inggris. Mereka terlihat sangat tertarik. Lalu kami beranjak menguji
keberanian mereka tampil di muka umum. Hampir semua anak mengakat tangan ingin
tampil, luar biasa. Salah satu kelompok penampil adalah anak-anak balita di
sekitar sekolah. Mereka tampil dengan menyanyikan lagu khas anak Playgrup,
syukurnya bukan salah satu lagu Noah Band. Acara berlanjut pada game
konsentrasi oleh Bli Kodrat. Anak-anak sukses tertawa terbahak-bahak karenanya.
Berikutnya, quis pengetahuan umum. Aku dengan cepat melempar pertanyaan tentang
nama-nama pemimpin di sekitar mereka, mulai dari nama kepala sekolah mereka
sampai nama presiden. Semua pertanyaan berhasil dijawab, kemampuan mereka
memang tidak kalah dengan anak-anak di kota. Hanya kesempatan dan perhatian
yang tidak mereka miliki.
Akhirnya
tiba pada acara puncak, penyerahan paket buku tulis, alat tulis, sikat gigi,
dan odol. Mereka dibagikan perkelas. Disela-sela penyerahan, kalam pendamping
mengadakan games kecil dalam kelompok. Ada juga yang terdengar menyanyi. Setelahnya,
adik-adik diminta berbaris lagi karena aka nada sedikit pengarahan dari Bli
Pande. Tetapi memang dasarnya karakter anak seumur mereka sangat aktif, Bli
Pande kelihatan kehabisan akal untuk menenangkan mereka. Mau tak mau aku ambil
alih. Ku sikat mereka dengan jurus ‘Lomba Diam’, dan tidak menunggu semenit
mereka langsung tertib dan diam. Pengarahan sampai pada mereka dengan selamat.
Lalu dilanjutkan dengan Bu dokter gigi, Vidya memberika pengarahan tentang
pentingnya sikat gigi.
Kami
mengakhiri pertemuan kami dengan berfoto bersama. Adik-adik kembali kami giring
ke sekolah dengan senyum yang lebih lebar dengan paket di tangan. Itu surga
mereka. Dan kami pun pamitan dengan pihak sekolah dan kembali ke Kedisan. Kali
ini aku lewat jalur air dengan Boat. Air danau itu hampir membasahi bajuku, tapi
tak apa, aku menikmatinya. Deru mesin Boat, cipratan air, angin danau, biru
hijau warna dasar danau, pemandangan gunung mengitari, itu semua sangat luar
biasa. Biasanya aku hanya bisa menikmatinya di televisi, tapi sekarang aku ada
di dalam layar itu.
Rombongan
Boat merapat lebih awal di Kedisan. Setelah kegembiraan itu yang tersisa hanya
perut yang ingin diisi. Syukurnya kami bertemu dengan ibu dagang kacang rebus
keliling. Langsung saja kami borong dagangannya. Makan kacang rebus sambil
bergurau kecil itu sederhana tapi aku yakin sangat mahal. Akhirnya rombongan
jalur darat tiba. Kami berbagi bekal yang kami bawa. Menurut kabar, kami akan
berkesempatan bertemu Bapak Bupati Bangli sore ini dalam serangkaian acara
lomba yang diadakan pemkab. Seorang bapak datang mengundang kami untuk pergi ke
wantilan banjar dimana Bapak Bupati berada. Kami diundang makan dulu sebelum
acara dimulai. Sungguh rasa lapar yang bersambut.
Acara
lomba-lomba dimulai dengan lomba makan kerupuk, kemudian lomba balap bakiak dan
tarik tambang. Pesertanya adalah anak SD setempat, bapak dan ibu PKK. Kalam
dimohon membantu jalannya acara. Semua tertawa, semua bahagia. Bapak Bupati dan
Ibu pun ada disana untuk menyaksikan. Sungguh sosok pemimpin yang dekat dengan
rakyat. Akhirnya lomba-lomba berakhir dan penyerahan hadiah pun dilakukan.
Disana juga dilakukan penyerahan paket buku dan alat tulis dari kalam pada
Bapak Bupati kemudian dari Bapak Bupati kepada perwakilan sekolah yang akan
mendapatkan bantuan. Kami pun undur diri, tak lupa kami menjabat tangan Bapak
Bupati Bangli. Sungguh, ini pengalaman pertamaku berjabat tangan dengan orang
setingkatnya. Aku berjanji tak akan cuci tangan satu hari ini.
Rombongan
kembali ke rumah masing-masing, kecuali rombongan mobil yang aku tumpangi.
Mobil meluncur menuju Desa Songan. Pemandangan luar biasa tersaji. Batu-batu
hitam hasil pendinginan larva Gunung Batur membingkai jalan menuju rumah Bli
Pande di Songan. Ternyata batu-batu ini adalah hamparan hitam di lukisan Gunung
Batur yang selalu aku pertanyakan selama ini. Takjub. Hari mulai gelap, angin
khas pegunungan mulai terasa, kira-kira seperti suhu AC pada angka 16.
Kombinasi yang luar biasa. Akhirnya kami sampai di rumah Bli Pande, kami
disambut teh hangat manis dan obrolan hangat dengan orang tua Bi Pande tentang
Indonesia sekarang ini. Saat itu juga aku tersadar bakat Si Bli berasal dari
mana.
Obrolan
kami akhiri karena hari semakin gelap. Mobil meluncur dalam dalam kegelapan,
batu-batu hitam tadi tak lagi terlihat. Sesampai di kintamani kami berhenti
sejenak untuk menurunkan, Dodik, salah satu kalam, untuk mengambil motor. Dia
akan melanjutkan perjalannya dengan motor pulang ke rumah. Tinggallah aku dan
Bi Pande di dalam mobil. Rasa lelah dan kantuk menguasai, sesekali kami membuka
jendela agar wajah ini terpapar angin segar agar tidak mengantuk. Perjalanan
menuju markas masih panjang. Trik berikutnya aku mainkan. Beberapa pertanyaan
aku ajukan agar Pak supir tidak mengantuk, hingga akhirnya kami sampai di
markas dengan selamat. Hari yang mahal. Terimakasih Terunyan, Kedisan, dan
Songan. Terimakasih Komunitas Anak Alam. Ayo kita lanjutkan ini semua.
Traveling, sharing, inspiring. (Dhias-Kalam)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar